Beranda | Artikel
Hal-Hal yang Harus Diperhatikan Seorang Muslim dalam Hal Bersuci (Bag. 2)
Selasa, 13 Juni 2023

Kesebelas: Membasuh kedua telapak tangan serta lengan sampai siku setelah membasuh wajah hukumnya adalah rukun

Di antara kesalahan yang mungkin terjadi ketika berwudu adalah menganggap bahwa mencuci kedua telapak tangan di awal wudu sudah mencukupi, sehingga kedua telapak tangan tersebut tidak dicuci atau dibasuh kembali setelah membasuh wajah bersamaan dengan membasuh kedua lengan bawah. Mengapa hal ini salah? Karena membasuh kedua tangan yang mencakup di dalamnya kedua telapak tangan dan kedua lengan bawah setelah membasuh wajah hukumnya adalah rukun. Sebagaimana hal ini disebutkan di dalam firman Allah Ta’ala,

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ

”Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu hendak melaksanakan salat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kedua kakimu sampai ke kedua mata kaki.” (QS. Al-Ma’idah: 6)

Allah Ta’ala buka ayat wudu ini dengan membasuh wajah, kemudian kedua tangan, sedangkan ayat ini berbicara mengenai rukun-rukun wudu.

Adapun hukum membasuh kedua telapak tangan di awal wudu, maka itu termasuk sunah-sunah wudu yang benar datangnya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan beliau rutinkan untuk dikerjakan. Beliau sama sekali tidak pernah mencukupkan membasuh dan mencuci kedua telapak tangan di awal wudu saja. Beliau tetap membasuh dan mencuci keduanya beserta kedua lengan bawahnya setelah membasuh wajah.

Kedua belas: Hukum kumur-kumur dan istinsyaq (menghirup air ke dalam hidung)

Kumur-kumur dan istinsyaq merupakan bagian dari membasuh wajah. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan kita untuk serius dan perhatian di dalam melakukan keduanya, yaitu benar-benar memasukkan air ke dalam mulut dan juga hidung ketika sedang tidak berpuasa. Dan di antara sunah yang bisa kita amalkan ketika melakukan keduanya adalah mengambil air dengan satu kali cidukan untuk keduanya sekaligus, kemudian cidukan air itu dibagi, ada yang dimasukkan ke dalam mulut untuk berkumur dan ada juga yang dimasukkan ke dalam hidung. Sunah ini sejalan dengan tata cara wudu yang  Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ajarkan kepada sahabat Abdullah bin Zaid radhiyallahu ‘anhu.

أَنَّهُ أَفْرَغَ مِنْ الْإِنَاءِ عَلَى يَدَيْهِ فَغَسَلَهُمَا ثُمَّ غَسَلَ أَوْ مَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ مِنْ كَفَّةٍ وَاحِدَةٍ فَفَعَلَ ذَلِكَ ثَلَاثًا

“Bahwasannya ia (Abdullah bin Zaid) menuangkan air dari gayung ke telapak tangannya lalu mencucinya, atau berkumur-kumur dan memasukkan air ke hidung dari satu cidukan telapak tangannya. Dia lakukan ini tiga kali.” (HR. Bukhari no. 191)

Imam Bukhari menamai bab hadis ini dengan, “Siapa yang berkumur-kumur dan memasukkan air ke dalam hidung dengan satu kali cidukan.”

Ketiga belas: Tidak dibenarkan mencukupkan dengan mengusap bagian depan kepala saja ketika berwudu, sedangkan ia tidak mendapatkan kesusahan di dalam mengusap seluruh kepala. Ini merupakan kesalahan, karena kadar wajibnya adalah membasuh kepala secara menyeluruh

Keempat belas: Mengusap kepala itu hanya sekali dan bukan tiga kali

Apa yang sesuai dengan ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam terkait mengusap kepala adalah mengusapnya sekali ke arah belakang (tengkuk) dengan tangannya, kemudian mengembalikannya ke depan.

Kelima belas: Tidak ada anjuran untuk mengusap leher

Tidak ada hadis sahih yang menyebutkan syariat mengusap leher bersamaan dengan mengusap kepala ketika berwudu. Oleh karena itu, merupakan kesalahan di dalam berwudu ketika seseorang meyakini kewajiban mengusap leher di dalamnya.

Baca juga: Status Air Yang Berubah Sifatnya

Keenam belas: Teliti di dalam membasahi seluruh anggota tubuh wudu dan tidak melewatkan satu anggota wudu pun terlewat dari basuhan air merupakan perkara yang dituntut di dalam wudu

Saat seorang mukmin berwudu, maka ia harus teliti di dalam membasahi dan meratakan air ke seluruh anggota tubuh wudunya. Siapapun yang tidak sempurna ketika membasahi anggota tubuh wudu tersebut, maka wudunya batal dan salat yang dilakukan setelahnya pun tidak sah serta harus diulang.

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya ada seorang laki-laki berwudu, namun ada seukuran kuku pada bagian kakinya yang belum terkena wudu. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melihat hal tersebut lalu bersabda,

ارْجِعْ فأحْسِنْ وُضُوءَكَ

“Kembalilah dan baguskanlah wudumu.”

Laki-laki tersebut kembali (setelah berwudu kembali) lalu mengulang salatnya. (HR. Muslim no. 243)

Orang yang tidak menyempurnakan wudunya ke seluruh bagian anggota tubuh wudu berpotensi masuk ke dalam ancaman hukuman dari Allah Ta’ala. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda,

ويْلٌ لِلْأَعْقَابِ مِنَ النَّارِ.

“Celakalah tumit-tumit (yang tidak terkena air wudu) dari api neraka.” (HR. Bukhari no. 165)

Dan di antara bentuk tidak sempurnanya wudu seseorang adalah tidak membasuh kedua mata kaki, tidak perhatian ketika membasahi tumit kaki dan tidak membasuh kedua siku. Begitu pula mereka yang berwudu, namun pada anggota tubuh wudunya terdapat sisa cat yang menghalangi sampainya air ke kulit ari, seperti wudunya seorang wanita yang pada kuku-kukunya terdapat manikur (kutex), karena manikur menghalangi sampainya air ke kuku. Begitu pula seseorang yang tidak menyela-nyela jari-jemari kakinya ketika mengalirkan air di sela-selanya. Saat sedang mandi besar, seseorang juga harus memperhatikan lipatan-lipatan tubuh pada badannya, sehingga semua sisi tubuhnya terkena air dan mandinya menjadi sah.

Keteledoran seseorang pada bab menyempurnakan wudu dan meratakan air ke seluruh anggota tubuh wudu dan mandi ini sebabnya adalah kebodohan dan ketergesa-gesaan. Harus kita sadari bahwa hal tersebut sangat mempengaruhi kualitas salat seorang hamba, baik dari segi kekhusyukan maupun dari segi diterima atau tidaknya.

Ketujuh belas: Berapa kali jumlah basuhan anggota tubuh wudu?

Sunahnya adalah membasuh sebanyak tiga kali basuhan pada setiap anggota tubuh wudu (kecuali kepala), dan ini hukumnya bukanlah wajib. Diperbolehkan juga mencukupkan diri dengan sekali basuhan ataupun dua kali. Kesemuanya itu ada sumbernya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.

Bahkan, terdapat juga dalil yang menyebutkan kebolehan bervariasi dalam jumlah basuhan anggota tubuh wudu, di sebagian anggota tubuh sekali, di sebagian lainnya dua kali, dan di sebagian lainnya lagi tiga kali. Di dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Zaid radhiyallahu ‘anhu disebutkan,

 أنَّ رَجُلًا قَالَ لِعَبْدِ اللَّهِ بنِ زَيْدٍ، وهو جَدُّ عَمْرِو بنِ يَحْيَى: أتَسْتَطِيعُ أنْ تُرِيَنِي، كيفَ كانَ رَسولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ يَتَوَضَّأُ؟ فَقَالَ عبدُ اللَّهِ بنُ زَيْدٍ: نَعَمْ، فَدَعَا بمَاءٍ، فأفْرَغَ علَى يَدَيْهِ فَغَسَلَ مَرَّتَيْنِ، ثُمَّ مَضْمَضَ واسْتَنْثَرَ ثَلَاثًا، ثُمَّ غَسَلَ وجْهَهُ ثَلَاثًا، ثُمَّ غَسَلَ يَدَيْهِ مَرَّتَيْنِ مَرَّتَيْنِ إلى المِرْفَقَيْنِ، ثُمَّ مَسَحَ رَأْسَهُ بيَدَيْهِ، فأقْبَلَ بهِما وأَدْبَرَ، بَدَأَ بمُقَدَّمِ رَأْسِهِ حتَّى ذَهَبَ بهِما إلى قَفَاهُ، ثُمَّ رَدَّهُما إلى المَكَانِ الذي بَدَأَ منه، ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيْهِ

“Ada seorang laki-laki berkata kepada Abdullah bin Zaid (dia adalah kakek ‘Amru bin Yahya), ‘Bisakah engkau perlihatkan kepadaku bagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berwudu?’ ‘Abdullah bin Zaid lalu menjawab, ‘Tentu.’ Abdullah lalu minta diambilkan air wudu, lalu ia menuangkan air pada kedua tangannya dan membasuhnya dua kali, lalu berkumur dan mengeluarkan air dari dalam hidung sekali, kemudian membasuh mukanya tiga kali, kemudian membasuh kedua tangan dua kali dua kali sampai ke siku, kemudian mengusap kepalanya dengan tangan, dimulai dari bagian depan dan menariknya hingga sampai pada bagian tengkuk, lalu menariknya kembali ke tempat semula. Setelah itu membasuh kedua kakinya.” (HR. Bukhari no. 185)

Kedelapan belas: Di antara kesalahan saat berwudu adalah menambah jumlah basuhan lebih dari tiga kali

Hal ini termasuk contoh berlebih-lebihan di dalam bersuci. Di dalam sebuah hadis disebutkan bahwa seorang Arab Badui datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan bertanya tentang wudu. Nabi shallallahu ‘alaihi wasalam kemudian memperlihatkan tata cara wudu dengan jumlah basuhan di setiap anggota tubuh wudunya tiga kali tiga kali seraya bersabda,

هَكَذَا الْوُضُوءُ فَمَنْ زَادَ عَلَى هَذَا فَقَدْ أَسَاءَ وَتَعَدَّى وَظَلَمَ

“Seperti ini cara wudu yang benar. Siapa yang melebihi tiga kali, maka sungguh telah berbuat buruk, melampaui batas, dan bertindak zalim.” (HR. An-Nasa’i no.  140, Ibnu Majah no. 422, dan Ahmad no. 6684)

Perlu kita bedakan antara ‘cidukan’ dan ‘basuhan atau usapan’. Bisa jadi orang yang berwudu menciduk air sebanyak tiga kali cidukan hanya untuk membasuh tangannya atau kakinya sebanyak satu kali basuhan saja. Hal ini karena hitungan satu kali basuhan dihitung sempurna apabila seluruh bagian anggota wudu tersebut telah terbasuh dan terkena air dengan sempurna (dan itu terkadang butuh lebih dari sekali cidukan air).

Kesembilan belas: Tidak ada doa khusus pada setiap basuhan anggota wudu

Tidak ada dalil sahih yang menunjukkan adanya doa khusus pada setiap basuhan anggota tubuh wudu kita. Yang ada dalil sahihnya hanyalah membaca basmalah di awal wudu dan bertasyahud setelah selesai darinya. Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda,

مَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ يَتَوَضَّأُ فَيُسْبِغُ الْوَضُوءَ، ثُمَّ يَقُولُ: أَشْهَدُ أَنْ لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ؛ إِلا فُتِحَتْ لَهُ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ الثَّمَانِيَةُ يَدْخُلُ مِنْ أَيِّهَا شَاءَ

“Tidaklah salah seorang di antara kalian berwudu, lalu menyempurnakan wudunya, kemudian dia bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah, dan bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, melainkan pintu surga yang delapan akan dibukakan untuknya. Dia masuk dari pintu mana pun yang ia kehendaki.” (HR. Muslim no. 234)

Kedua puluh: Mengusap apa yang dikenakan di kaki adalah salah satu bentuk kemudahan syariat Islam

Agama Islam adalah agama yang banyak memberikan kemudahan bagi para pengikutnya. Di antara kemudahan yang diberikan dalam hal bersuci adalah bolehnya mengusap apa yang dikenakan di kaki dan tidak perlu membasuh langsung kakinya, baik yang dikenakan tersebut berupa khuf yang terbuat dari kulit ataupun kaos kaki yang terbuat dari kain. Syaratnya, apa yang dikenakan tersebut dipakai dalam kondisi diri kita telah bersuci sebelumnya (telah berwudu dengan tata cara sempurna, sampai dengan membasuh kedua kaki), dan tidak melewati batas waktu yang diperbolehkan, yaitu sehari semalam bagi yang mukim (menetap dan tidak bepergian) dan tiga hari tiga malam bagi seorang musafir (orang yang sedang bepergian). Batas waktu mengusap khuf atau kaos kaki ini dimulai dari usapan pertama ketika berwudu setelah munculnya hadas pada diri kita.

Kedua puluh satu: Berapa kali jumlah basuhan khuf/kaos kaki tatkala wudu?

Mengusap khuf atau kaos kaki ketika berwudu cukup sekali saja dan bukan tiga kali sebagaimana ketika membasuh ke kaki kita langsung. Bagian yang diusapnya pun hanya bagian atasnya saja. Termasuk kesalahan tatkala mengusap khuf adalah mengusap seluruh sisi khuf atau kaos kaki yang kita kenakan. Berbeda dengan perban, di mana perban diusap seluruh bagiannya yang menutupi anggota tubuh wudu kita.

Wallahu a’lam bisshawab.

Lanjut ke bagian 3: Hal-Hal yang Harus Diperhatikan Seorang Muslim dalam Hal Bersuci (Bag. 3)

***

Penulis: Muhammad Idris, Lc.


Artikel asli: https://muslim.or.id/85330-hal-hal-yang-harus-diperhatikan-seorang-muslim-dalam-hal-bersuci-bag-2.html